BINTANG (Mahasiswa Berkarya : Cerpen) - PublicMagz

PublicMagz

Majalah Online Himanistik

Breaking

Home Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Minggu, 11 Juli 2021

BINTANG (Mahasiswa Berkarya : Cerpen)

 BINTANG

Oleh : Muhammad Alfiandri (Mahasiswa AP'20)

Aku duduk di samping jendela, di bawah sinar lampu yang temaram. Mencoba untuk memandang langit yang gelap, namun hanya ada rembulan yang memantulkan sebagian dari cahaya matahari. Tak ada bintang yang terlihat. Semua bersembunyi dibalik awan, barangkali malu untuk kulihat, kataku dalam hati seraya tersenyum. Semilir angin malam berhembus, seolah meniupkan udara pada wajahku dengan lembut. Awan bergerak perlahan, memberikan seni tersendiri di kegelapan malam. Ah, ternyata ada satu bintang di balik awan. Senyum kemudian tersungging di bibirku. Ya Rabb, ternyata setitik cahaya pun bisa memberikan keindahan yang luar biasa diantara luasnya langit gelap di malam hari. Seandainya saja ketika membuka jendela aku memandang langit dan tak menemukan bintang, kemudian tak mencoba menatap awan tapi menutup jendela kembali, mungkin aku tak akan menemukan bintang yang tersembunyi di balik awan.


Sama seperti setitik bintang di kegelapan malam, terkadang kita tak menyadari ada cahaya kecil dalam malam gelap yang kita beri nama “bintang”. Betapa indahnya cahaya itu walaupun tak bisa menerangi malam. Tapi lain halnya ketika kita melihat ada setitik noda di atas kain putih yang membentang. Kita justru terfokus pada noda yang kecil, dan seolah lupa betapa bersihnya kain itu terlepas dari setitik noda yang ada. Yang mungkin saja bisa hilang hanya dengan sedikit detergent pemutih. Itulah hidup, kadang-kadang kita lupa untuk memandang sesuatu dari sisi lain yang dimiliki.

Aku memiliki seorang murid yang kupikir kecerdasannya kurang menonjol dibanding murid lain. Suatu hari kami tengah membicarakan sistem tata surya. Murni hanya sebagai pengetahuan bahwa bumi merupakan salah satu planet dalam sistem tata surya yang menjadi tempat tinggal manusia. Muridku itu, sebut saja namanya Rimba, tiba-tiba berdiri dan mengambil helm milik guru lain yang disimpan di atas loker dalam ruang kelas kemudian memakainya. Tanpa sadar aku berkata kepadanya, ”Wah, teman-teman. Lihat! Rimba sedang memakai helm, seperti astronot yang mau terbang ke bulan ya…”

Semua teman-temannya langsung memandang ke arah Rimba. Sementara Rimba hanya tersenyum dan spontan melepas helmnya dan dikembalikan ke tempat semula. Kemudian aku mengajak mereka untuk menggambar roket di atas kertas putih yang tersedia. Dan hasilnya, sungguh mengagumkan, murid yang kupikir kecerdasannya kurang menonjol itu justru menggambarnya dua tingkat lebih tinggi dibanding murid yang kupikir paling pandai di kelas.

Seandainya saja saat itu aku memberikan reaksi yang lain seperti ”Rimba, silakan dikembalikan helmnya karena sekarang saatnya kita belajar”, atau ”Maaf, silakan dikembalikan helmnya karena Rimba belum minta izin Bu Guru”, atau yang lainnya, mungkin aku tidak akan pernah tahu bahwa kecerdasan dia sudah lebih dari apa yang aku sangka. Karena pembahasan hari itu bukan tentang astronot ataupun roket.

 Reaksi berbeda yang kita berikan ketika kita memandang bintang di kegelapan malam atau setitik noda di selembar kain putih ternyata akan memberikan hasil yang berbeda pula. Hidup ini pada dasarnya indah. Cobalah untuk memandang sesuatu dari sisi yang lain, maka yang tampak bukan hanya sekadar 2 dimensi. Bukankah lebih seru ketika kita melihat film 3 dimensi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here