Hallo sahabat publik... Sudah sering sekali kita mengecap
seseorang yang memiliki ego yang tinggi. Keluarga, teman dekat, bahkan
pasangan. Namun kita juga sering lupa
bahwa kita sendiri juga adalah manusia yang memiliki ego tinggi. Memangnya, apa
sih ego itu?
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Egosentrisme didefinisikan sebagai sifat dan kelakuan yang selalu menjadikan
diri sendiri sebagai pusat segala hal. Sementara dalam kamus psikologi (
Kartono dalam Chaplin, 2008:160 ) mendefinisikan egosentrisme sebagai suatu hal
yang menyangkut diri sendiri, yaitu keasyikan terhadap diri sendiri.
Berdasarkan pengertian diatas ego berarti mengutamakan diri sendiri. Ego merupakan bagian dari kepribadian kita.
Sigmun Freud, seorang psikolog kenamaan, pernah mengatakan bahwa kepribadian
manusia terdiri dari tiga komponen utama : ide, ego, dan superego.
Egosentrisme merupakan sifat yang
cenderung lebih sering ditemukan pada diri anak-anak dan remaja, sedangkan
orang dewasa lebih mudah untuk menyesuaikan diri bahkan mengoreksi pandangannya
jika tidak sesuai dengan kondisi sekitarnya. Namun tidak menutup kemungkinan
bahwa orang yang telah beranjak dewasa juga memiliki sifat egosentrisme. Ego
adalah bagian dari identitas yang kita bangun sendiri dan bertujuan untuk
mencari validasi dari orang sekitar. Semua keyakinan yang kita pegang teguh
seputar prinsip, bakat, keterampilan/kemampuan pun turut membangun ego. Itulah
sebabnya ego sering dikaitkan dengan rasa percaya diri.
SAHABAT PUBLIK, APAKAH EGOMU TINGGI?
Cara yang termudah untuk
mengetahuinya ialah dengan memberikan salah satu dari pertanyaan berikut:
●
Apakah saya merasa lebih unggul dari orang lain?
●
Apakah orang itu tidak lebih hebat dari saya?
●
Apakah saya merasa minder terhadap orang lain?
Jika kamu menjawab YA untuk salah
satu pertanyaan diatas, maka kemungkinan bahwa egomu sedang menguasai pikiran.
Merasa lebih unggul dari orang lain
dan mementingkan diri sendiri tidaklah baik dan dapat berpengaruh buruk
terhadap masa depan. Hal ini dikarenakan ego yang juga dapat bermain dalam
pikiran kita, seperti ketika terjadi suatu masalah maka kita tidak ingin
disalahkan melainkan orang lain lah yang harus disalahkan, sedangkan kita
selalu dalam posisi yang benar. Ini tentu saja akan berpengaruh pada masa depan
kita jika kita tidak bisa mengendalikan ego kita. Seperti dalam perkuliahan, pada saat diskusi
kelompok kita memberikan opini namun opini dari teman yang lain tidak dapat
kita terima dan menganggap bahwa opini kitalah yang paling baik dan benar, hal
ini akan membuat ilmu, kemampuan, dan wawasan kita menjadi tidak berkembang
luas. Bahkan bisa saja dalam circle pertemanan
kita akan dikucilkan dan tidak dihargai.
Egosentrisme berbeda dengan egoisme.
Egosentrisme adalah seorang yang belum mampu untuk memahami pikiran orang lain.
Sedangkan egois adalah ketika seseorang sudah mampu untuk memahami pikiran
orang lain namun ia tidak mau untuk memahami orang lain.
LALU SEPERTI APAKAH SEBENARNYA KEPRIBADIAN
EGOSENTRIS ITU, SAHABAT PUBLIK? 10 CIRI BERIKUT ADALAH KARAKTERISTIK
KEPRIBADIAN EGOSENTRISME
1. Kepercayaan Diri yang Salah
Meskipun citra eksternal egosentris mungkin tampak seperti
kepercayaan diri yang besar, kenyataannya berbeda. Orang egosentris sebenarnya
seringkali tidak aman. Mereka memproyeksikan kepercayaan diri yang dibuat-buat
dan tampak yakin akan semua yang mereka katakan, itulah sebabnya mereka dapat
menjadi persuasif dan dapat bertindak seolah-olah mereka memiliki harga diri
yang tinggi.
2. Harga Diri yang Berlebihan
Teramati bahwa mereka menghargai diri sendiri secara berlebihan.
Namun, peneliti D.M. Svarkic berpendapat bahwa sikap ini mungkin menunjukkan
hal yang sebaliknya: harga diri rapuh yang coba mereka kompensasi melalui upaya
untuk dihormati, diakui, dan dikagumi oleh orang lain.
3. Perasaan Hebat
Orang yang egosentris percaya bahwa dia memiliki bakat dan
kemampuan khusus yang hebat. Ia menganggap rendah orang
disekitarnya.
4. Ambisi dan Ekspektasi yang
Berlebihan
Sebagai hasil dari perasaan mereka yang hebat, orang-orang yang
egois dapat terus-menerus fokus pada fantasi mereka tentang kekuasaan,
kesuksesan, cinta, dan sebagainya.
5. Distorsi Realitas
Orang egosentris hanya menerima kenyataan yang sesuai dengan
impiannya tentang keagungan. Mereka cenderung tidak percaya atau hanya menolak
aspek-aspek kehidupan mereka yang mempertanyakan prestise
(wibawa) dan citra mereka sebagai orang yang sempurna dan mengagumkan.
6. Tidak Mampu Mengenali Perasaan Orang Lain
Manifestasi yang buruk dari perasaan dan sikap afektif terhadap
orang-orang di sekitar mereka (menunjukkan kepekaan akan membuat mereka merasa
rendah diri) kontras dengan kebutuhan egosentris untuk dikagumi, disanjung dan
dihormati. Mereka
tidak terlalu peka terhadap orang lain.
7. Kesulitan Dalam Menilai Karakteristik Pribadi Orang-Orang Di
Sekitar Mereka
Poin ini menghasilkan kurangnya komitmen, empati, dan
kasih sayang antara orang egosentris dan kerabat mereka.
8. Bereaksi Secara Berlebihan Terhadap Kritik Yang Diterima
Meskipun mungkin tidak mengungkapkannya secara langsung, individu
dengan kepribadian egosentris sangat mungkin merasa tersinggung oleh kritik apa
pun (Kohut, 1972). Dia menganggap bahwa orang lain tidak memiliki level atau
otoritas yang cukup untuk menghakiminya, dan bahwa kritik itu mungkin karena
rasa iri yang dia bangkitkan. Mereka cenderung sangat rentan.
9. Membandingkan Dirinya dengan Orang Lain dan Merasa Iri
Mereka
khawatir tentang merasa dihargai lebih baik dari
orang lain. Secara tidak langsung, orang yang egosentris mengungkapkan perasaan
iri karena tidak mampu menerima kesuksesan
orang lain. Mereka juga tidak dapat menerima bantuan orang lain.
10. Eksibisionisme
Kepribadian egosentris juga terwujud dalam sikap tertentu seperti
motivasi untuk senang disanjung dan dikagumi. Hal ini sering terlihat dalam
keinginan yang berlebihan untuk mengharapkan penghargaan dengan pujian dari
orang lain, serta kebutuhan akan perhatian yang berkelanjutan. Untuk alasan
ini, mereka cenderung menunjukkan kecenderungan besar untuk menduduki posisi
reaksi publik, dimana mereka dapat menjadi objek perhatian dan kekaguman
(Akhtar dan Thompson, 1982).
Lalu apa yang kita lakukan untuk menyikapi kepribadian egosentrisme
ini?
MENGENDALIKAN EGO YANG TINGGI
Pada dasarnya ego tidaklah selalu
negatif melainkan bisa menjadi suatu hal positif apabila kita mampu
mengendalikannya. Adapun cara mengendalikan ego yang tinggi sebagai berikut:
- Memahami Bahwa Hidup Adalah Proses.
Ego tidak peduli dengan
proses, karena yang dipikirkan adalah bagaimana caranya supaya dapat mencapai
apa yang diinginkan dan bisa mengungguli orang lain. Kata proses berarti ada
tahap-tahap yang dilalui sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas
yang kita lakukan. Banyak pelajar/mahasiswa yang mengambil jalan pintas dalam
mengerjakan tugas, tugasnya memang tercapai dan nilai didapat juga baik namun
pencapaian kita semuanya akan terasa tidak “wah/istimewa” dikarenakan kamu
tidak melalui yang namanya “proses”. Maka dari itu, atasi ego kamu dengan
menikmati setiap proses dalam hidup dan berusaha sebaik-baiknya.
- Kurangi Berpikiran “Bagaimana Jika” Atas Sesuatu yang Telah Terjadi.
Kita harus
menyadari bahwa tidak segalanya dapat berjalan sesuai apa yang kita inginkan.
Ada kalanya sesuatu yang terjadi adalah kebalikan dari yang kita inginkan dan
mungkin itulah jalan terbaik untuk kita saat ini. Menyesali hal yang tidak
sesuai ekspetasi kita terlalu dalam hanya akan membawa ego-ego negatif lainnya
muncul. Kita hanya perlu mengingat bahwa apa yang kita inginkan tidak selalu apa yang kita butuhkan. Jadi seandainya kita mengalami suatu hal yang
tidak sesuai keinginan, kita pasti akan berpikir
secara realistis dan menerima kenyataan yang ada.
3. Jangan
Membandingkan Diri Sendiri dengan Orang Lain
Ego adalah hasrat dalam diri untuk selalu membandingkan kelayakan diri sendiri dengan orang lain. Jika pencapaian kita dirasa tidak sesukses dengan
orang lain, ego akan menghukum dan membuat kita merasa rendah dan tidak
berguna. Sebaliknya, jika dalam suatu prestasi kita berhasil dan mengalahkan
orang lain, ego akan membuat kita percaya bahwa kita lebih unggul dan tak terkalahkan. Namun satu hal yang perlu
diketahui, manusia adalah individu yang unik yang tidak dapat dibandingkan satu
sama lain. Mungkin
saja teman kita lemah di mata kuliah A, dan kita unggul di mata kuliah tersebut.
Namun bisa saja pada mata kuliah B kita lemah dan
teman kita yang unggul. Jadi setiap orang punya potensi dibidangnya masing-masing
tidak dapat dibandingkan. Maka dari itu tetaplah menjadi versi terbaik dari
diri sendiri.
4. Ketahui
Motivasi Diri Sendiri
Ketika mencapai keinginan kita harus tahu apa yang mendorong kita
melakukan hal tersebut. Kita melakukan hal tersebut hanya ikut –ikutan teman
atau memang ingin menambah wawasan dan mendapatkan pembelajaran berharga yang
penting untuk bekal hidup. Namun perlu
dipahami bahwa untuk mendapatkan membelajaran atau makna hidup haruslah melalui
yang namanya sebuah proses meskipun kita gagal.
5. Berlatih
Untuk Memaafkan dan Ikhlas
Cara yang paling ampuh
untuk belajar melepaskan ego adalah menjadi pribadi yang pemaaf. Belajarlah
memaafkan orang-orang yang menyakiti kita dan yang terpenting belajar untuk
memaafkan diri sendiri. Mengikhlaskan artinya menerima kenyataan dan berdamai
dengan keadaan yang tidak sesuai harapan.
nah sahabat publik... Jadi, egosentrisme cenderung mementingkan diri sendiri, memiliki
keinginan untuk mementingkan pribadi, kurang peka terhadap sosial dan merasa
paling benar dalam mengungkapkan pendapat. Namun pada dasarnya ego tidaklah
selalu negatif melainkan bisa menjadi suatu hal positif apabila kita mampu
mengendalikannya. Nah, bagaimana nih, Sahabat Publik? Apakah kamu memiliki
ciri-ciri tersebut?
The post implies that egocentrism may be more prevalent in certain cultural or social contexts. Are there cultural factors or societal norms that either exacerbate or mitigate egocentric tendencies? Regard Telkom University
BalasHapus